Karang Unarang di perairan Ambalat, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia dan Kalimantan Timur, Indonesia menjadi tempat adu fisik kapal perang.
Dua kapal perang dari Malaysia dan Indonesia, pada 8 April 2005 terlibat konflik disana. Kapal perang Malaysia KD Renchong-38 menabrak KRI Tedong Naga-819 sampai tiga kali, dengan harapan KRI Tedong Naga-819 melepas tembakan.
Namun, KRI Tedong Naga-819 tak terpancing. Melepas tembakan adalah pernyataan perang.
Senggolan antar KRI Tedong Naga-819 dengan KD Renchong-38 bermula dari datangnya kapal perang jenis patroli pantai milik Malaysia itu pada pukul 06.50 WITA. KD Renchong pada baringan 332 derajat bergerak mendekati Karang Unarang dengan kecepatan 10 knot dan haluan 150 derajat.
Sedangkan KRI Tedong Naga-819 berada pada baringan 291 derajat dengan jarak 0,6 mil dari Karang Unarang, bergerak pada haluan 090 derajat dengan kecepatan 6,6 knot.
KD Renchong tetap mempertahankan haluannya menuju Karang Unarang sambil mendekati KRI Tedong Naga-819. Kapal perang Malaysia itu berada sejajar dengan KRI Tedong Naga di lambung kiri. Jarak antara kedua kapal hanya sekitar 20 meter.
Pada pukul 06.55 WITA, pada jarak 0,5 mil dari Karang Unarang, tiba-tiba KD Renchong mengubah haluannya ke kanan, mengarah ke lambung kiri KRI Tedong Naga-819.
KRI Tedong Naga-819 tetap pada laju haluannya, sehingga lambung kirinya bergesekan dengan lambung kanan kapal Malaysia KD Renchong. Adu fisik dua lambung kapal perang berlangsung beberapa saat.
Mempertimbangkan resiko dinding KRI Tedong Naga-819 yang terbuat dari fiber bisa jebol, Komandan KRI Tedong Naga yang saat itu dijabat Kapten Laut (P) Nurlan, mengubah haluan ke kanan dengan balingan 100 RPM.
Peran tempur segera dikumandangkan. Awak kapal KRI Tedong Naga-819 bersiap di posisi masing-masing untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk, kendati meriam 200mm yang ada di buritan kapal tetap terbungkus dan tidak diawaki.
Baca Juga: KRI Usman Harun, Kapal Perang yang Membuat Singapura Meradang
Tak hanya sekali, KD Renchong yang berbadan besi mengulang aksinya beberapa saat kemudian. Pukul 07.00 WITA, KD Renchong berputar ke kiri mengarah ke lambung kiri KRI Tedong Naga yang berusaha menghindar ke kanan.
Benturan untuk kali ketiga terjadi. Lambung kiri KRI Tedong Naga bergesekan dengan kapal perang yang datang dari sisi kanan. Meskipun mengalami adu fisik, KRI Tedong Naga-819 tetap mematuhi perintah, menghalau KD Renchong yang masih bermanuver.
KD Renchong yang masih bermanuver tak lagi memprovokasi. Kapal perang negeri jiran itu bergerak menjauhi KRI Tedong Naga-819.
Komandan KRI Tedong Naga, Kapten Laut (P) Nurlan memerintahkan kapal terus membayangi KD Renchong sambil melaporkan kejadian tersebut ke KRI Iman Bonjol-383 dan KRI Nuku-873. Kedua kapal perang Indonesia yang berbadan besi itu kemudian datang ke lokasi.
Pukul 07.30 WITA, KRI Iman Bonjol-383 dan KRI Nuku-873 mendekat, ikut membayangi kapal Malaysia KD Renchong.
KRI Nuku-873 berada pada posisi lebih dekat ke KD Renchong. Namun, tak seperti sebelumnya, KD Renchong terus menghindar dan menjauh. KRI Nuku-873 yang berbadan besi dan sosoknya lebih besar, membuat KD Renchong tidak berani menyenggolkan badan kapalnya.
Suar Karang Unarang
Gesekan kapal perang Indonesia dengan Malaysia berawal dari gangguan kapal perang negeri jiran terhadap pembangunan tiang pancang mercusuar. Kapal perang Malaysia berulang kali melakukan teror terhadap pekerja Indonesia yag membangun tiang pancang suar di Karang Unarang, Ambalat.
Teror dilakukan dengan bermanuver dengan kecepatan tinggi disekitar lokasi pembangunan. Percikan dan gelombang kapal perang membuat para pekerja Indonesia kesulitan meneruskan pekerjaannya. Lagi pula, para pekerja berada di gugus karang yang hempasan gelombang ombaknya terasa kuat.
Kapal perang RI kemudian datang membentengi perairan lokasi pembangunan mercusuar. Meskipun sudah mendapat kawalan dari KRI Wiratno-879, KRI Rencong-622, dan KRI Tedong Naga-819 namun kapal Malaysia tak jera.
Dua kapal negeri jiran, kapal polisi perairan PZ 13 dan PA 42 terus membayangi perairan tempat pembangunan tiang pancang suar. Meskipun begitu, kedua kapal tidak berani mendekati karena tahu kapal mereka bukan tandingan kapal perang Indonesia yang secara fisik lebih besar.
Situasi berubah ketika kapal perang Malaysia muncul, yakni kapal KD Panah dan KD Kota Baharu. Dua kapal perang itu memperkuat dua kapal polisi perairan yang sebelumnya telah berada disana.
Sejak itu, kapal perang Malaysia bergantian muncul di perairan Ambalat. Berhadapan dengan KRI yang ditugaskan mengawal pembangunan mercusuar Karang Unarang.
Baca Juga: Laksamana Pertama Erwin S Aldedharma Tinjau Posal Sebatik dan Satgas Mar Ambalat XXIV
Kapal perang TNI AL yang mengawal pembangunan mercusuar Karang Unarang, hampir setiap hari dijengkelkan dengan ulah kapal perang maupun pesawat udara Malaysia. Dari laut dan udara, Malaysia terus mengganggu pembangunanan suar.
Berulangkali, mereka memancing emosi prajurit TNI AL, seolah menantang duel prajurit pengawal pembangunan mercusuar.
Prajurit TNI AL yang bertugas disana harus kuat meredam emosi. Mereka diperintahkan tidak boleh menarik pelatuk senjata, kecuali kalau lebih dulu ditembak. Kalau boleh menembak, prajurit TNI AL sudah sejak awal menarik pelatuk senjata, memberi pelajaran kepada para serdadu Malaysia.
Kapal perang dan serdadu negeri jiran juga tidak berani menembakkan senjata lebih dulu. Letusan senjata adalah pernyataan perang antara kedua negara. Karena itu, mereka terus berusaha memancing kemarahan emosi prajurit TNI AL.
Sampai kemudian, prajurit TNI AL melakukan sergapan pendadakan tanpa senjata api ke kapal perang Malaysia. Ikuti kisahnya di Aksi Pendadakan Kopaska ke Kapal Malaysia di Ambalat
(Disarikan dari buku biografi Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio: “Kesadaran Baru Maritim” oleh Rajab Ritonga)