Jakarta, indomaritim.id – Perubahan tatanan terjadi pada hampir seluruh sendi kehidupan karena adanya pandemi Covid-19, termasuk pengaruh pada aktivitas sektor industri manufaktur. Guna menghadapi kondisi tersebut, pelaku industri perlu memperhatikan lima langkah strategis agar bisa menjalankan keberlangsungan usahanya.
Kelima langkah dimaksud dapat disebut sebagai 5R bagi industri. Langkah pertama, yaitu resolve atau menangani pandemi di lingkungan perusahaan, termasuk dengan melibatkan partisipasi karyawan dalam penerapan protokol kesehatan. Kedua, resilience atau upaya memperkuat perusahaan sehingga dapat bertahan.
Langkah ketiga, return atau kembali menjalankan aktivitas dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang penting bagi masing-masing perusahaan. “Ketiga langkah tesebut perlu diperkuat dengan dua langkah selanjutnya, yang menekankan pentingnya perubahan oleh perusahaan, yaitu re-imagination dan reform,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (24/7/2020).
Menperin menjelaskan, perusahaan perlu kembali memetakan bisnisnya berdasarkan kondisi baru yang dihadapi dan mereformasi model bisnis untuk mengambil peluang. Misalnya dengan mempertimbangkan opsi-opsi peluang bisnis baru dan menerapkan metode baru dalam bekerja untuk mengakselerasi produktivitas dengan memanfaatkan teknologi terkini.
“Dengan cara-cara tersebut, kami optimistis sektor industri akan mampu bertransformasi menuju era industri 4.0 atau mempercepat adaptasi untuk kebiasaan baru di tengah dampak pandemi,” paparnya.
Menteri AGK menegaskan, industri manufaktur diproyeksi menjadi salah satu motor penggerak dalam transformasi ekonomi untuk bangkit setelah pandemi. “Sejumlah langkah strategis disiapkan untuk terus memacu produktivitas serta daya saing sektor pengolahan, di antaranya adalah dengan mengoptimalkan potensi industri 4.0 untuk beradaptasi dengan situasi yang baru,” tuturnya.
Menperin pun mengungkapkan, dengan perubahan kondisi perekonomian yang tidak terhindarkan, industri manufaktur perlu mampu beradaptasi dan bertransformasi. Sementara itu, pemerintah telah mencanangkan percepatan penerapan teknologi industri 4.0 melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Selain itu, terdapat program strategis lainnya seperti UMKM Go Digital, Low Touch Economy, serta reskilling dan upskilling dari Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
“Kebutuhan digitalisasi mutlak diperlukan dalam dunia industri, baik dalam hal manajemen, capacity building, quality testing, serta track and trace sistem logistik, termasuk otomatisasi dan perencanaan yang mampu bekerja sendiri,” imbuhnya.
Pemerintah telah resmi meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tahun 2018 dengan visi besarnya menempatkan Indonesia dalam jajaran 10 besar ekonomi dunia di tahun 2030. Penerapan peta jalan ini secara langsung akan berdampak pada revitalisasi sektor manufaktur dan diharapkan akan meningkatkan kontribusi ekspor neto hingga mencapai 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Adanya roadmap Making Indonesia 4.0 tentu akan memberikan arah dan strategi yang jelas bagi pergerakan industri Indonesia di masa yang akan datang,” ujar Agus. Pada awal implementasinya, telah ditetapkan lima sektor prioritas dalam penerapan program Making Indonesia 4.0, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, serta elektronika.
“Kemudian, adanya peningkatan permintaan yang signifikan pada industri farmasi dan industri alat kesehatan, terutama di masa pandemi Covid-19, menjadi pertimbangan masuknya dua sektor tersebut sebagai prioritas baru dalam peta jalan tersebut,” tandasnya.
Pemanfaatan Industri 4.0
Selain itu, untuk mendukung kesiapan memasuki era industri 4.0, Kemenperin sedang mengembangkan Pusat Inovasi dan Pengembangan SDMIndustri (PIDI) 4.0. Fasilitas ini diharapkan mampu mendampingi pelaku industri dalam perjalanan transformasi digitalisasi searah program Making Indonesia 4.0.
Menperin menyebutkan, smart system serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memegang peranan penting dalam menyukseskan transformasi ke arah industri 4.0 di Indonesia. Sebagai salah satu teknologi fundamental dalam pengembangan industri 4.0, Internet of Things (IoT) saat ini mulai tumbuh pesat seiring para penggiatnya yang semakin menunjukkan kemampuan dalam berinovasi.
Ke depan, pengembangan IoT diharapkan semakin sesuai dengan kebutuhan industri. “Pemanfaatan teknologi dalam industri 4.0 diyakini dapat memberikan keuntungan bagi industri, antara lain menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-15 persen,” terangnya.
Pasar IoT di Indonesia diperkirakan akan berkembang pesat dan mencapai nilai Rp444 triliun pada 2022. Nilai tersebut disumbang dari konten dan aplikasi sebesar Rp192,1 triliun, disusul platform Rp156,8 triliun, perangkat IoT Rp56 triliun, serta network dan gateway Rp39,1 triliun.
Berdasarkan penelitian dari McKinsey & Company, pembangunan infrastruktur digital di Indonesia akan membawa peluang positif hingga sekitar 150 miliar dolar AS terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2025. Apalagi, Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia yang mencapai jumlah 175,4 juta orang, atau sekitar 64% total penduduk di Indonesia.
Selain itu, analisis McKinsey mengindikasikan Indonesia bisa pulih lebih cepat dibanding negara-negara ASEAN lainnya. “Hal ini karena Indonesia memang memiliki dorongan yang luar biasa dari ekonomi domestik. Oleh karena itu, pemerintah terus mengupayakan pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan cepat,” imbuh Menperin.
Tidak hanya membidik sektor skala besar, Kemenperin juga fokus mengajak industri kecil menengah (IKM) agar bisa memanfaatkan perkembangan teknologi terkini untuk menunjang peningkatan produktivitas hingga pemasarannya.
“Kami telah meluncurkan program e-Smart IKM, yang bertujuan membangun sistem database IKM yang terintegrasi dengan marketplace dan akan didukung oleh Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS),” ungkap Menperin.
Program e-Smart IKM juga merupakan salah satu bentuk komitmen Kemenperin untuk terus mendukung sektor IKM dalam mempertahankan usahanya, terutama di tengah dampak pandemic Covid-19. “Salah satu langkah yang dilakukan adalah memaksimalkan pemasaran produk IKM melalui platform e-commerce untuk menggantikan cara penjualan offline yang saat ini sulit dilakukan,” jelasnya.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga