Jakarta, indomaritim.id – Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rina menjelaskan dari Januari hingga Mei 2019, setidaknya sudah 123 kasus pelanggaran penyelundupan hasil perikanan berhasil ditangani pihaknya.
“Kasus penyelundupan ini didominasi oleh benih lobster disusul kepiting bertelur, ditambah beberapa jenis lainnya.” kata Rina.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari wilayah Republik Indonesia.
Baca Juga: Benih Lobster, Mengapa Terus Diburu?
“Berdasarkan Permen KP ini, diberikan batasan larangan bahwa tidak boleh benih lobster atau lobster di bawah ukuran 200 gram dan lobster bertelur dikeluarkan,” ungkap Rina di Jakarta.
Rina mengungkapkan paling banyak penyelundupan benih lobster terjadi di Jambi karena Jambi dekat sekali dengan Singapura.
“Paling banyak penyelundupan benih lobster ini sekarang di Jambi karena Jambi ini adalah Pantai Timur Indonesia yang dekat sekali dengan Singapura, sehingga dengan dengan cepat, begitu mereka pelaku penyelundupan sampai di pinggir laut, mereka akan sewa speedboat dengan empat atau lima motor tempel 200 PK. Dengan demikian, kita akan dengan cepat kehilangan mereka kalau kecepatan kita tidak bisa mengimbangi,” Rina menjelaskan.
Rina juga meminta petugas untuk mewaspadai berbagai kemungkinan penyelundupan mengingat April, Mei, dan Juni ini adalah waktunya lobster bertelur sehingga keberadaan BL di alam sedang banyak-banyaknya.
“Beberapa negara tidak mempunyai sumber daya benih lobster seperti kita. Sementara, semakin hari harga yang ditawarkan oleh para penyelundup itu semakin menarik. Orang-orang tertentu yang mencari keuntungan pribadi tanpa memperhatikan bahwa ini sebetulnya hak nelayan dan penangkap lobster Indonesia berusaha mendapatkannya, dan mendapatkan keuntungan yang besar dari lalu lintas benih lobster tersebut,” papar Rina.
Menurut Rina, ada dua modus penyelundupan yang kini sering digunakan. Pertama, lewat jalur darat dengan menggunakan kontainer.
Kontainer tersebut dilaporkan berisi muatan lainnya misalnya buah atau sembako, padahal membawa benih lobster. Setelah sampai di perairan, selanjutnya benih lobster tersebut dibawa dengan menggunakan speedboat. Kedua, lewat jalur udara.
Ada yang berbeda, menurut Rina, benih lobster tidak lagi diselundupkan di dalam boxes, melainkan dimasukkan ke dalam ransel dengan muatan yang lebih sedikit dan dikawal oleh beberapa orang.
“Mereka mencoba mengalihkan perhatian, mengganti model pengiriman sehingga kita membutuhkan kerja sama yang kuat di lapangan,” tuturnya.