indomaritim.id, Jakarta – Istilah asli Indonesia yang berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan adalah gotong royong. Gotong royong menjadi modal masyarakat Indonesia untuk mencapai cita-cita yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Tadjuddin Noer Effendi dalam Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini yang diterbitkan dalam Jurnal Pemikiran Sosiologi menyebutkan, budaya tersebut sebagai sebuah nilai moral.
Dijelaskan bahwa gotong royong merupakan budaya yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya yang telah eksis secara turun-temurun.
Baca Juga: Agar Tercipta Kebersamaan Dalam Masyarakat, Keragaman Bukan Merupakan Penghalang Untuk Keharmonisan
Gotong royong adalah bentuk kerja-sama kelompok masyarakat untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang ingin dicapai secara mufakat dan musyawarah bersama.
Kerjasama muncul atas dorongan keinsyafan, kesadaran dan semangat untuk mengerjakan serta menanggung akibat dari suatu karya, terutama yang benar-benar, secara bersama-sama, serentak dan beramai-ramai, tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi dirinya sendiri, melainkan selalu untuk kebahagian bersama, seperti terkandung dalam istilah ‘Gotong.’
Didalam membagi hasil karyanya, masing-masing anggota mendapat dan menerima bagian-bagiannya sendiri-sendiri sesuai dengan tempat dan sifat sumbangan karyanya masing-masing, seperti tersimpul dalam istilah ‘Royong’.
Gotong Royong di Keberagaman Antara Masyarakat Indonesia
Sebagai negara majemuk, keberagaman antar masyarakat di Indonesia dapat menjadi kekuatan bangsa. Bukan sebagai kelemahan, justru masyarakat Indonesia memiliki sifat majemuk yang memang sangat mencintai keberagaman ini.
Sebagai negara Pancasila, keberagaman bukanlah penghalang untuk bisa bekerjasama dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Sebaliknya, jadikan keberagaman menjadi momentum untuk persatuan. Sesama masyarakat Indonesia bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan.
Tentunya dibutuhkan saling kesepahaman antar individu, keluarga, bertetangga dan dalam masyarakat lingkup kecil demi keselarasan kehidupan. Kemajemukan bukan menjadi penghalang, namum sebagai pemerkaya jati diri bangsa.
Menghadapi gelombang perubahan kehidupan akibat gerusan arus pengaruh budaya asing perlu ada kekuatan (enerji sosial) yang dapat mengarahkan pada terbentuknya komitmen moral dengan memunculkan gerakan yang berusaha membebaskan diri dari kungkungan hegemoni budaya asing yang telah memporak porandakan modal sosial yang telah lama ada itu.
Nilai-nilai yang memunculkan kesadaran palsu akibat globalisasi perlu dilawan dengan jati diri bangsa Indonesia yang mengedepankan kerja bersama, gotong royong dan musyawarah mufakat.