Jakarta, indomaritim.id – Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) atau catfish menjadi salah satu komoditas andalan dalam peningkatan produksi perikanan Indonesia.
“Ikan patin hasil budidaya selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Mengingat produksinya yang semakin meningkat, kini Indonesia tak lagi hanya untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, melainkan juga dapat diekspor,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo, saat melepas tiga kontainer yang mengangkut 63 ton ikan patin tujuan Arab Saudi di Instalasi Karantina Puspa Agro Sidoarjo, Jawa Timur.
Baca Juga: Melalui Konferensi Internasional Blue Economy, Indonesia Berjuang Lawan Pencurian Ikan
Produksi ikan patin Indonesia sebagian besar masih berpusat di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari pertumbuhan produksi budidaya utama pada periode 2008-2012 berturut-turut pada komoditas lele 41 persen, diikuti oleh patin 37 persen dan kerapu sebanyak 30.26 persen dari produksi nasional.
Perbandingan total produksi nasional terhadap total produksi ikan patin dunia, menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua terbesar sebagai penghasil pada tahun 2011 dengan memberikan share sekitar 16,1 persen terhadap total produksi ikan patin dunia.
Beberapa jenis patin di Indonesia yang cukup dikenal antara lain patinsiam (Pangasius hyphophtalmus) yang merupakan ikan introduksi dari Thailand, serta patin jambal (Pangasius djambal) dan patin nasutus (Pangasius nasutus) yang merupakan ikan asli dari Indonesia.
Jenis patin siam cukup berhasil dibudidayakan di Indonesia walaupun berdaging kekuningan karena fekudintas dan toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Jenis jambal dan nasutus masih dibudidayakan dalam jumlah terbatas karena fekunditasnya rendah meskipun berdaging putih.
Baca Juga: Lagi, Kapal Pengawas Perikanan Orca 04 Tangkap Kapal Ikan Asing Filipina
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013, posisi Indonesia tersebut masih di bawah Vietnam yang memberikan share 80.9 persen. Produksi Vietnam yang tinggi dipicu untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku fillet patin dunia.
“Pangsa pasar ekspor untuk patin sudah sangat jelas. Dengan potensi dalam negeri yang sangat tinggi, apabila kita mampu menggenjot produksi, tidak mustahil ke depan kita bisa menjadi pemain utama untuk komoditas ikan patin,” ujar Nilanto Perbowo.
Menurut data UN Comtrade, pada 2018 total permintaan impor patin global meningkat menjadi 641,31 ton, dengan negara tujuan utama Amerika Serikat sebanyak 19,08 persen dan Tiongkok sebanyak 18,97 persen.
Sedangkan permintaan impor Arab Saudi hanya sebanyak 4.503 ton atau turun 85 persen dibandingkan tahun 2017.
Meningkatnya permintaan ikan patin global membuat Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) optimis dengan budidaya patin di Indonesia.
Ketua Bidang Budidaya Patin APCI, Imza Hermawan mengatakan, peningkatan hasil budidaya patin ini terjadi berkat upaya penggunaan induk dan benih yang berkualitas untuk menekan feed conversion ratio sehingga efisiensi produksi meningkat.
Daya saing patin Indonesia masih rendah dan hal ini dipengaruhi berbagai faktor antara lain yang menyangkut masalah teknis produksi primer, kualitas bahan baku, harga, sumber daya, regulasi, produktifitas, dan kesesuaian standar.
“Induk dan benih berkualitas ini faktor utama penentu kesuksesan budidaya, utamanya dalam meningkatkan efisiensi pruduksi. Feed conversion ratio bisa ditekan, jika benih yang digunakan berkualitas,” ujarnya.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga