Nancy, indomaritim.id – Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mengungkapkan tidak mudah mengelola sampah di kota Surabaya, Jawa Timur. Pada awal menjadi wali kota, ia merasakan masalah besar dalam pengelolaan sampah di kota berpenduduk 3,3 juta orang itu.
“Karena tempat pembuangan sementara ditutup oleh warga, sehigga menyebabkan sampah menyebar ke seluruh kota dan menyebabkan bau. Padahal, saat itu tempat pembuangan sampah baru belum siap untuk dioperasikan,” kata Tri Rismaharini saat menjadi pembicara dalam forum internasional, World Materials Forum (WMF) di kota Nancy, Perancis, Jumat (15/6/2019).
Baca Juga: Ulang Tahun Kota Surabaya ke-726, Pelindo III Beri Kado Patung Hiu Buaya
Dalam forum yang dihadiri oleh para pakar, praktisi, akademisi, pemerintah, dan sektor swasta dari berbagai negara itu, Tri Rismaharini menyampaikan kerjasama antara pemerintah kota dengan masyarakat menjadi cara ampuh menangani sampah.
“Akhirnya, kami memutuskan untuk bekerjasama dengan semua warga untuk bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut,” kata Wali Kota Risma.
“Kalau sampah organik dikelola menjadi kompos, baik di tingkat rumah tangga maupun di pusat pembuatan kompos yang kami bangun. Kompos itu dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman masyarakat dan mendukung program pertanian perkotaan,” ujarnya.
Selanjutnya, manajemen sampah berbasis masyarakat yang independen mulai diperkenalkan. Melalui manajemen sampah ini, orang-orang melakukan pemilahan sampah mulai dari rumah mereka masing-masing. Sampah anorganik harus dikumpulkan dan dijual.
Sedangkan untuk mendukung gerakan itu, Pemkot Surabaya mendirikan bank sampah di tingkat lingkungan yang sekarang telah mencapai 352 unit di seluruh Surabaya.
Tak hanya bank sampah, Pemerintah Kota Surabaya juga meluncurkan bus kota bernama Suroboyo Bus.
Uniknya, bus ini yang hanya memungkinkan penumpang membayar ongkos bus menggunakan botol plastik. Menurut Risma, sekarang ada 20 unit Suroboyo Bus yang beroperasi di kotaSurabaya.
“Hasil botol plastik dari Suroboyo Bus sebanyak 39 ton, pernah dilelang. Alhamdulillah terjual seharga Rp 150 juta, dan uangnya itu kembali ke kota,” ujar Tri Rismaharini.
Dari berbagai upaya itu, kini ada penurunan volume sampah yang masuk ke TPA, meskipun jumlah penduduk meningkat. Selain itu, ada penurunan tingkat penyakit, suhu lebih rendah 2 derajat celcius, pengurangan yang signifikan dari banjir, kampung-kampung lebih bersih, ruang hijau yang lebih luas dan nyaman bagi masyarakat untuk melakukan banyak kegiatan sosial terutama di taman kota, sungai yang lebih bersih dan pengelolaan tepi sungai yang lebih baik.
“Akhirnya, kita harus khawatir bahwa akan ada lebih banyak plastik di lautan daripada ikan pada tahun 2050. Hal itu bisa terjadi jika tidak ada upaya yang cukup dilakukan hari ini,” kata Risma.
“Di tingkat lokal, kami percaya bahwa kemitraan yang kuat antara pemerintah, warga, dan pemangku kepentingan lainnya termasuk perusahaan swasta, akan membuat semua solusi bekerja lebih baik dan lebih cepat,” ujar Tri Rismaharini memungkasi.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga