Kasus Impor Limbah Plastik Di Batam, DPR Soroti Penanganan Pemerintah

oleh
Ilustrasi.

Batam, indomaritim.id – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Toha menilai kasus impor limbah plastik yang terjadi di Batam penanganannya menjadi bias, dimana dalam Undang-Undang (UU) Perdagangan diperbolehkan namun dalam UU Lingkungan Hidup hal tersebut dilarang.

“Kasus yang terjadi di Batam yaitu impor limbah ini, menjadi acuan untuk saling koordinasi antar lembaga dalam membuat peraturan perundang-undangannya,” ungkap Toha usai meninjau kontainer plastik impor yang mengandung limbah B3 yang ada di Pelabuhan Kargo Batu Ampar di Batam, Kepri, Selasa (23/07/2019).

Dijelaskan Toha, dalam UU Perdagangan, impor sampah plastik diperbolehkan. Namun dalam UU Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hal tesebut tidak diperbolehkan. Mengingat, dalam menjaga lingkungan hidup, tidak boleh memasukkan limbah Bahan, Berbahaya dan Beracun (B3).

Baca Juga: Rumput laut, jawaban Indonesia terhadap krisis sampah plastik dunia

Lebih lanjut, legislator Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini berharap sektor industri tidak melakukan impor limbah plastik, mengingat di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai melarang membuang sampah-sampah plastik serta mulai mengurangi penggunaan plastik.

“Ini perlu kita dukung, termasuk kerja-kerja lingkungan hidup juga perlu didukung. Oleh karena itu Kementerian Perdagangan harus merevisi Undang-Undang Perdagangan sehingga jangan sampai tumpang tindih dengan peraturan lainnya. Kita juga ingin Indonesia terbebas dari limbah plastik yang sudah sangat mengancam lingkungan hidup,” ungkapnya.

Toha juga meminta para penegak hukum di Kepulauan Riau saling berkoordinasi agar ada sinergi dalam menghadapi permasalahan ini. Jangan sampai menambah kebingungan masyarakat dalam menanggapai permasalahan ini karena adanya perbedaan peraturannya.

Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: 
Rajab Ritonga