Sidoarjo, indomaritim.id – Kementerian Perindustrian terus berupaya menjaga pasokan bahan baku garam yang dibutuhkan oleh berbagai subsektor industri. Salah satu industri pengguna garam yang dijaga produktivitas dan daya saingnya adalah industri kertas. Dengan menjaga pasokan garam, diyakini dapat memacu pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi COVID-19.
“Garam merupakan komoditas strategis yang penggunaannya sangat luas mulai dari industri petrokimia, pulp dan kertas, farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak, aneka pangan, hingga untuk konsumsi rumah tangga,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Muhammad Khayam saat kunjungan kerja di PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (10/2/2021).
Menurut Dirjen IKFT, dampak luasnya penggunaan garam serta pertumbuhan industri penggunanya yang cukup signifikan adalah meningkatnya kebutuhan garam di Indonesia. Pada tahun 2021, diproyeksi kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton, yang sebagian besar (84%) merupakan kebutuhan dari industri manufaktur.
“Dari total 4,6 juta ton kebutuhan garam nasional tersebut, sebanyak 2,4 juta ton atau 53% merupakan kebutuhan untuk sektor chlor alkali plant (CAP) yang meliputi industri petrokimia, pulp dan kertas,” tuturnya. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia tercatat sebagai salah satu industri chlor alkali yang membutuhkan bahan baku garam sebesar 100 ribu ton setiap tahunnya.
“Melalui proses elektrolisa, garam diolah menjadi NaOH, Hypo 12%, Cl2, Kaporit dan juga HCl. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan produk-produk berupa kertas, alat tulis, karton box dan produk-produk packaging,” paparnya.
Khayam menjelaskan, dengan adanya pertumbuhan industri eksisting pengguna garam tahun 2020 berdasarkan data BPS, yaitu industri makanan sebesar 1,58%, industri kimia dan farmasi sebesar 9,39%, industri kertas dan barang dari kertas sebesar 0,22%, serta adanya rencana penambahan industri baru yang membutuhkan garam sebagai bahan baku, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan garam akan terus meningkat setiap tahun. Sehingga, agar garam lokal dapat terserap oleh sektor industri, diperlukan aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga untuk beberapa sektor industri.
“Guna menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait demi kelancaran pemenuhan bahan baku garam tersebut,” ungkapnya.
Pemerintah juga terus mendorong peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri dengan perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi, baik di lahan maupun di industri pengolah garam. “BPPT di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal oleh sektor industri, termasuk industri CAP, yaitu dengan rencana pembangunan pilot plan implementasi teknologi garam tanpa lahan atau garam dari rejected brine PLTU di PLTU Suralaya,” imbuhnya.
Sementara itu, sejak tahun 2018, Kemenperin telah memfasilitasi kerja sama antara industri pengolahan garam dengan petani garam melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Penyerapan Garam Lokal. Realisasi untuk periode Agustus 2019-Juli 2020 mencapai 95% dari target 1,1 juta ton. Tahun 2021 ini Kemenperin juga telah berkoordinasi dengan KKP terkait data stok garam lokal saat ini, yang sebagian besar terdapat di delapan lokasi sentra, yaitu Kabupaten Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Rembang, Kab. Pati, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep dan Kab. Bima.
Berdasarkan data dari KKP tersebut, Kemenperin akan mengawal penyerapan stok garam lokal oleh industri pengolah garam dibawah koordinasi Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), tentunya dengan memperhatikan kualitas dari stok garam yang tersedia.
“Kami bertekad untuk terus mengoptimalkan penyerapan garam lokal di tahun 2021 ini, serta dapat mencari solusi terbaik dalam memperlancar proses penyerapan garam lokal oleh industri,” tegas Khayam.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga