KRI Usman Harun-359 melaju perlahan. Laju KRI Usman Harun diikuti sorot mata para undangan yang memenuhi dermaga Ujung Surabaya, Jawa Timur pada Hari Ulang Tahun ke-69 TNI, 7 Oktober 214 silam.
KRI Usman Harun-359, fregat ringan multi fungsi yang baru tiba di Indonesia dua minggu sebelumnya, menarik perhatian penonton, karena nama yang disandangnya sempat dipersoalkan negara tetangga, Singapura.
Negeri Singa meradang dengan nama Usman-Harun. Mereka alergi, sebab mengingatkan pada peristiwa kelam saat Indonesia terlibat perang tidak resmi dengan Malaysia. Dua anggota Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, yang kini menjadi Marinir TNI AL dan seorang sukarelawan KKO pada 10 Maret 1960 menyusup ke jantung kota Singapura. Mereka meledakkan gedung Hongkong & Shanghai Bank di Orchard Road, menggunakan 12,5 kilogram bahan peledak. Aksi itu menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.
Usman dan Harun, dua anggota KKO yang ditugaskan menyusup itu sebetulnya hampir lolos dari kejaran. Sayang, motor boat rampasan yang mereka gunakan mengalami kerusakan saat masih berada di perairan Singapura.
Tentara Singapura yang mengerahkan kekuatan besar menangkap mereka berdua. Sedangkan satu sukarelawan yang memisahkan diri setelah peledakan, dapat lolos kembali ke induk pasukan yang saat itu bermarkas di Pulau Sambu.
Pengadilan yang digelar pemerintah Singapura, menjatuhkan hukuman gantung mati kepada Usman Janatin bin H. Ali Hasan, dan Harun yang bernama asli Thohir bin Said pada 17 Oktober 1968.
Indonesia tak tinggal diam. Berbagai upaya ditempuh untuk menyelamatkan mereka berdua. Namun, Singapura bergeming. Mereka menganggap Usman Harun bukan tawanan perang, karena ketika ditangkap keduanya tidak berseragam tentara.
Ketika hukuman mati dilaksanakan, rakyat Indonesia marah. Kedutaan besar Singapura di Jakarta dan rumah duta besarnya, Lee Khon Choy didemo besar-besaran. Kapal-kapal berbendera Singapura terancam diboikot di perairan Indonesia. Singapura tak menyangka, reaksi masyarakat Indonesia sekeras itu.
Diplomasi ‘Cerdas’ Presiden Soeharto
Presiden Indonesia saat itu, Soeharto, yang gagal menyelamatkan Usman dan Harun memberikan tempat terhormat. Kedua prajurit komando yang dieksekusi mati di Singapura karena menjalankan tugas itu diangkat sebagai pahlawan nasional.
Setelah masa konfrontasi usai, Presiden Soeharto ‘memaksa’ Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, yang untuk kali pertama melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia menabur bunga di pusara Usman Harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Tabur bunga itu pilihan yang tak mudah, sebab tidak lazim seorang pemimpin sebuah negara melakukannya. Lazimnya, pemimpin negara hanya meletakkan karangan bunga di taman makam pahlawan.
Tabur bunga di pusara Usman Harun yang dilakukan Lee Kuan Yew, merupakan cara Presiden Soeharto memberi penghormatan terhadap kedua prajurit Indonesia itu. Lee Kuan Yew yang memimpin Singapura ketika menghukum mati kedua marinir Indonesia, kini datang berziarah ke pusara Usman dan Harun.
Marsetio Tolak Ganti Nama Kapal
Nama Usman Harun kembali mengusik ingatan publik Singapura, hampir empat puluh tahun kemudian. Kepala Staf TNI Angkatan Laut saat itu, Laksamana Marsetio menetapkan mengabadikan Usman Harun sebagai kapal perang terbaru TNI AL.
Singapura melayangkan protes. Menteri Luar Negeri Singapura, Shanmugam menyampaikan protes kepada Menteri Luar Negeri Indonesia, yang saat itu dijabat Marty Natalegawa. Rupanya, tabur bunga yang dilakukan Lee Kuan Yeuw tidak berarti negeri Singa telah memaafkan Usman Harun, tetap meradang dengan nama prajurit KKO TNI AL itu.
Indonesia dengan tegas menolak permintaan negeri jiran. Nama Usman Harun tetap disematkan pada kapal fregat ringan multi fungsi terbaru TNI AL.
“Tidak ada pergantian nama. Pemberian nama merupakan hak kita sepenuhnya,” kata Laksamana Marsetio. Kini, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio, Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2012 – 2015 menjadi Guru Besar Ilmu Pertahanan di Universitas Pertahanan dan penasihat Kemenko Maritim dan Investasi bidang Pertahanan dan Keamanan.
Singapura kecewa. Mereka memutuskan tidak akan mengizinkan KRI Usman Harun memasuki perairan Singapura.
Usman Harun ‘Hidup Kembali’
Setelah Singapura menyatakan tak akan mengizinkan kapal KRI Usman Harun mengunjungi wilayahnya, Indonesia dan Singapura saling berbalas pesan.
Publik di acara pembukaan Jakarta International Defence Dialogue (JIDD) yang berlangsung di Jakarta Convention Center, 19 Maret 2014 dikejutkan dengan munculnya sosok Sersan Dua Usman dan Kopral Harun. Mereka berdua muncul mengenakan seragam loreng KKO di tahun 60-an. Sosok kedua prajurit itu mirip dengan almarhum Usman dan Harun.
Sontak, delegasi Singapura meradang. Mereka meninggalkan ruangan sebelum acara selesai.
KRI Usman Harun, Penjaga Perairan Indonesia
KRI Usman Harun-359 merupakan satu dari tiga kapal perang yang dipesan Indonesia untuk memenuhi minimum essential force. Dua kapal lainnya, diberi nama KRI Bung Tomo-357 dan KRI John Lie-358.
KRI Usman Harun memiliki berbobot mati 1.940 ton, dengan panjang 95 meter dan lebar 12,8 meter. Kapal itu menggunakan mesin MAN B&W Ruston, yang mampu menghasilkan kecepatan maksimum 31 knot. Daya jelajahnya mencapai 9.000 kilometer, sehingga ideal untuk menjelajahi perairan Indonesia.
Persenjataan kapal yang diawaki 87 perwira, bintara dan tamtama itu tergolong canggih. Di geladaknya ada meriam kaliber 76 mm, kaliber 30 mm, peluncur roket kaliber 324 untuk target kapal atas air, enam tabung peluncur peluru kendali permukaan ke udara Sea Wolf, dua tabung peluru kendali Excocet MM40, dan torpedo anti kapal selam.
Baca Juga: Tiga Kapal Perang Indonesia Usir 30 Kapal Nelayan Asing di Natuna Utara
Kapal juga dilengkapi perangkat sensor electro optic wapon director yang dapat diset dalam mode multi auto tracker untuk memantau lima sasaran sekaligus dari jarak 18.000 meter. Geladaknya, dapat didarati helikopter untuk misi penyelamatan atau penyusupan pasukan komando.
Dengan peralatan tempur itu, KRI Usman Harun memiliki sistem persenjataan lengkap yang terbaru untuk tampil dalam peperangan anti kapal selam, perang anti kapal permukaan, peperangan anti udara, peperangan elektronika dan bantuan tembakan kapal. Kapal juga dilengkapi fasilitas pengendalian helikopter untuk dipoperasikan pada siang maupun malam hari.
Misi Perdamaian di Timur Tengah
Satuan Tugas (Satgas) Maritime Task Force (MTF) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXVIII-J United Nations Interm Forces In Lebanon (UNIFIL) memberikan latihan Boarding atau latihan pemeriksaan kapal kepada Tim Visit Board Search Seizure (VBSS) Lebanese Armed Forces Navy (LAF Navy) dengan menggunakan KRI Usman Harun-359 di laut Medierania, Jumat (22/6/2018).
Komandan KRI Usman Harun-359 yang sekaligus Komandan Satgas Maritime Task Force (MTF) TNI XXVIII-J /UNIFIL Kolonel Laut (P) Alan Dahlan, S.H., M.Si., menyampaikan bahwa latihan pemeriksaan kapal dilaksanakan dengan skenario latihan KRI Usman Harun-359 berperan sebagai kapal yang bernama MV Karimata berlayar menuju pelabuhan Beirut
Dalam latihan ini diawali dengan laporan dari Coastal Radar Station (CRS) L3-Beirut kepada Tim VBSS LAF Navy mengenai kapal MV Karimata yang menuju pelabuhan Beirut dengan tidak melewati koridor yang telah ditentukan oleh otoritas Lebanon dan tidak terdapat di dalam daftar kapal yang akan masuk ke Lebanon.
Baca Juga: KRI Usman Harun 359 dan KRI Sultan Iskandar Muda 367 Sandar di Port Dili, Timor Leste
Berdasarkan keterangan tersebut tim CRS menindaklajuti hal tersebut dengan meminta MV Karimata untuk stop mesin dan mengirimkan tim VBSS LAFNavy dengan menggunakan Rigid Hull Inflatable Boat (RHIB) milik LAF Navy untuk mendekati geladak kapal target dan kemudian 10 personil LAF Navy naik dengan tangga taktis dan berhasil on board di geladak heli KRI Usman Harun-359 yang diskenariokan sebagai kapal MV Karimata.
Dalam aksinya Tim VBSS LAF Navy membagi dua tim yang bergerak secara terpisah menuju anjungan dan koridor utama kapal. Tim pertama tiba di anjungan melalui geladak torpedo dan segera melakukan pemeriksaan terhadap Kapten dan empat kru kapal. Setelah diperiksa, empat kru kapal diamankan oleh tim kedua VBSS LAF Navy, sedangkan Kapten kapal dibawa masuk ke dalam anjungan oleh tim pertama untuk pengecekan berkas-berkas serta penggeledahan terhadap muatan kapal.
Selanjutnya tim VBSS LAF Navy menemukan bahwa berkas-berkas kapal cukup meragukan dan setelah dilaksanakan penggeledahan berulang kali, tim VBSS LAF Navy menemukan barang terlarang yang dibawa oleh kapal tersebut sebagai tanda latihan berakhir.
Usai Latihan, Komandan tim VBSS LAF Navy Lieutenant Ellie el Sayah memerintahkan seluruh anggotanya berkumpul di anjungan untuk melaksanakan debrief dari tim penilai yaitu Letda Laut (P) Damartama PAN, S.Tr.Han selaku Boarding Officer dari KRI Usman Harun-359. Tim penilai dari KRI Usman Harun-359 menyampaikan hasil secara singkat kegiatan yang telah dilaksanakan oleh personel tim VBSS LAF Navy dimulai dari penyampaian pre-boarding instruction terhadap kapal target, gerakan pengamanan visual mengelilingi kapal target dan penanganan terhadap kapten dan ABK kapal target.
Kolonel Laut (P) Alan Dahlan usai kegiatan menyampaikan bahwa latihan pemeriksaan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan LAF Navy dalam melaksanakan pengamanan maritim yang merupakan salah satu tugas pokok MTF UNIFIL. Selain itu, juga untuk meningkatkan interoperability CRS dengan tim VBSS LAF Navy terutama pengerahan pasukan menggunakan RHIB.
(Disarikan dari buku biografi Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio: “Kesadaran Baru Maritim” oleh Rajab Ritonga)
Lihat juga galeri foto KRI Usman Harun dengan dengan klik tombol ‘Next Page’ dibawah ini:
Warga Singapura yg marah itu tergolong telat mikir. Meski mereka menganggap kedua pahlawan nasional itu sbg teroris, toh Lee Kwan Yew sudah nyekar di kuburan mereka. Artinya, Lee sebagai PM Singapura menghormati kedua pahnas kita itu