Jakarta, indomaritim.id – Pemerintah mentargetkan pelabuhan utama di Indonesia bersih dari sampah atau limbah B3. Setidaknya, lima pelabuhan utama harus segera bersih dari limbah.
Pernyataan tersebut disampaikan Penasehat Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Bid. Hankam Maritim, Laksamana TNI (Pur) Prof. Dr. Marsetio saat melakukan kunjungan ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (20/10/2020) pagi.
“Kita harus taat dengan aturan-aturan yang ada pada IMO karena kita sebagai salah satu negara anggota,” kata Marsetio.
International Maritime Organization (IMO) merupakan badan khusus PBB yang bertanggungjawab untuk keselamatan dan keamanan aktivitas pelayaran dan pencegahan polusi di laut oleh kapal.
BACA JUGA: Marsetio: Indonesia Harus Memperkuat Sistem Keamanan Maritim
Indonesia menjadi anggota Dewan IMO Kategori C periode 2020-2021 pada Sidang Majelis International Maritime Organization (IMO) atau Organisasi Maritim Internasional yang ke-31 yang dihelat di Markas Besar IMO, London, Inggris.
Sebelumnya, sidang Maritime Safety Committee (MSC) IMO ke 101 juga mencatat sejarah baru, dengan menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki Traffic Seperation Scheme (TSS) melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II yang mulai berlaku 1 Juli 2020.
Tanggungjawab Indonesia Menjaga ALKI
ALKI sendiri, adalah alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal-kapal internasional (freedom to passage) dan tertuang dalam perjanjian Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
“Menjadi komitmen pemerintah Indonesia untuk memastikan navigasi kapal yang melewati Selat Sunda dan Selat Lombok berlangsung aman. Terdapat lebih dari 53 ribu dan 36 ribu kapal yang melewati kedua selat itu setiap tahun,” kata Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio.
Sejalan dengan itu, lanjutnya, TSS Selat Sunda dan Lombok tersebut merupakan penjabaran dari Visi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo tentang Poros Maritim, yaitu Kebijakan Kelautan Nasional Indonesia untuk berperan aktif dalam organisasi internasional dan khususnya di sektor maritim.
“Tentunya Indonesia melalui departemen terkait telah mempersiapkan vessel traffic service (VTS) untuk membantu kapal bernavigasi dengan aman. Juga memastikan semua fasilitas pendukun dan infrastruktur sumber daya manusia siap sebelum implementasi TSS,” kata Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio.
Kebersihan Pelabuhan
Laksamana TNI (Pur) Prof. Dr. Marsetio bersama Deputi pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, dan Staf Ahli Kemenko Marves Dr. Sahat Manaor, didampingi Dirjen PSLB3 KLHK, Dirjen Hubla Kemenhub Agus Purnomo, serta Tim Deputi 4 Kemenko Marves, meninjau kesiapan fasilitas Reception Facility (RF) penampungan limbah B3 yang ada di pelabuhan Tanjung Priok.
Marsetio mengatakan kebersihan laut merupakan hal yang utama, yang memiliki dampak besar terhadap pelestarian. “Kalau pemerintah akan menanam satu juta mangrove, dan ini tak akan berhasil jika laut kita tak bersih,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan jika per tahun lalu lintas kapas yang masuk ke Tanjung Priok sekitar 16 ribu kapal, berapa banyak limbah B3 serta sampah non B3 yang dibuang di Priok. “Makanya pelaporan itu sangatlah penting, dan pengawasan pun tak kalah penting,” ujarnya.
Marsetio minta supaya dokumen kapal benar-benar dilihat. “Mereka harus melaporkan berapa banyak sampah dan limbah B3 yang akan di buang di pelabuhan Priok. Kan sudah ada inaportnet, tapi dalam pelaporan dipatuhi apa nggak,” tegasnya.
“Kalau ada kapal mulai dari masuk kemudian laporannya tak patuhi aturan, mestinya tak dikasih Surat Perintah Berlayar,” ujarnya.
Marsetio menekankan, persoalan sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di pelabuhan Tanjung Priok, segera dituntaskan. “Harus terus dikawal, pelaporan diperbaiki, dan pihak kapal jangan melaporkan nol dalam sistem inaportnet,” ujarnya memungkasi.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga