Lampung, indomaritim.id – Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian gugatan uji materi UU No. 1/1974 tentang perkawinan, terkait batas usia perkawinan disambut baik oleh berbagai pihak. Dalam pertimbangannya, Mahkaman Konsitusi menyatakan perbedaan batas umur perkawinan pria dan perempuan menimbulkan diskriminasi.
“Yayasan Perlindungan Perempuan dan Anak (YPPA), mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan perubahan batas usia perkawinan. Hal tersebut dianggap sebagai sebuah keseriusan negara dalam menghapus perkawinan anak,” kata Yayasan Perlindungan Perempuan dan Anak (YPPA) Indonesia, Ade Fitrie Kirana di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Ia menambahkan, putusan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah positif untuk meningkatkan indeks sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Baca Juga: Peringati Hari Anak Nasional, Ade Fitrie Kirana: Keluarga Penting Untuk Perlindungan Anak
“Dengan putusan tersebut, akan memberikan ruang bagi perempuan menempuh pendidikan dasar 12 tahun, meningkatkan skill dan akan semakin matang baik aspek biologis maupun psikis,” lanjut Ade Fitrie Kirana.
Ade Fitrie Kirana yang kini bergiat di pemberdayaan perempuan dan anak menilai, pendidikan menjadi faktor pemberdayaan perempuan Indonesia.
“Karena berpendidikan rendah, anak yang dikawinkan akhirnya harus bekerja di sektor informal untuk menghidupi keluarganya,” ujarnya.
Ade Fitrie Kirana juga menambahkan, Kantor Urusan Agama (KUA) di daerah juga berperan penting supaya perkawinan anak yang belum culup umur tidak terulang.
“YPPA mengapresiasi KUA yang menolak, sebagai upaya pencegahan perkawinan usia anak. Namun perspektif perlindungan anak bagi hakim-hakim agama juga sangat penting diperlukan terkait kepentingan terbaik anak,” kata Ketua YPPA ini.
Menurut Ade Fitrie Kirana, terdapat beberapa masalah yang perlu mendapat perhatian pemerintah yaitu pekerja anak, serta kompetensi yang rendah yang akhirnya berpenghasilan rendah.
“Karena kompetensinya dan penghasilannya rendah, akhirnya kesejahteraan keluarganya menjadi tidak terpenuhi. Pada akhirnya akan berujung pada kemiskinan,” kata dia.
“Yayasan Perlindungan Perempuan dan Anak (YPPA), sendiri ke depannya akan mengawal penguatan pendidikan orangtua sebagai penanggung jawab utama perlindungan anak, agar tidak menikahkan buah hati pada usia anak,” kata Ade Fitrie Kirana.
“Selain itu, wajib belajar 12 tahun, membangun budaya masyarakat untuk mencegah terjadinya perkawinan usia anak, serta sosialisasi di kalangan agamawan dan anak-anak menjadi sangat penting. Kami akan mengawal proses perubahan regulasi ini baik di DPR maupun pemerintah, sekaligus menjadi momentum mendorong harmonisasi usia anak dalam aturan perundang-undangan lainnya,” ujarnya memungkasi.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga