Mengenang Maestro Kolintang Indonesia, Petrus Kaseke

oleh
Ketua Umum PINKAN Penny Iriana Marsetio, Petrus Kaseke dan para pemain musik kolintang

Selamat jalan Petrus Kaseke, maestro kolintang kebanggaan Indonesia, sosok hangat itu berpulang untuk selama-lamanya,  Senin (15/8/2022) di RS Telogorejo, Semarang. Ia mengembuskan nafas terakhir dalam usia 80 tahun meninggalkan istri dan dua orang anak.

Petrus Kaseke adalah seorang pelestari alat musik kolintang yang lahir pada 2 Oktober 1942. Ia lahir di tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Sejak usia 10 tahun ia telah menciptakan kolintang 2,5 oktaf nada diatonis dengan petunjuk beberapa orang tua yang pernah mendengar bunyi alat musik kolintang. Sosoknya memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, hal tersebut membuat ia mengembangkan instrumen dari kolintang hingga dapat menciptakan tangga nada hingga 3,5 oktaf dalam satu kruis, natural, dan satu mol.

Petrus dan PINKAN

Petrus Kaseke merupakan putra tunggal Pendeta Yohanes Kaseke dan Adelina Komalig. Sosoknya sejak kecil menyukai kolintang dan karena semangat belajarnya yang tinggi mengantarkan ia menjadi pelajar berprestasi serta memperoleh beasiswa dari Bupati Minahasa. Beasiswa tersebut digunakan untuk melanjutkan kuliah di Jurusan Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Meskipun kuliah di jurusan teknik, ia tetap menekuni musik kolintang di Kota Pelajar itu.

Petrus menyelesaikan studi sarjana mudanya selama enam tahun. Ia merantau seorang diri di tanah Jawa dan terpaksa ia tidak melanjutkan studinya karena beasiswa yang ia peroleh diputus. Kondisi tersebut membuat Petrus kembali menggeluti kolintang untuk mengisi hari-harinya.

Pada waktu itu kolintang belum banyak dikenal di tanah Jawa. Tak disangka, ternyata sambutan masyarakat terhadap kehadiran kolintang yang dibarengi dengan ukulele, gitar dan bas menarik minat masyarakat. Bahkan saat itu kolintang menjadi salah satu media kampanye Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Ia dan rekannya pun mendapatkan banyak tawaran pekerjaan untuk bermain kolintang.

Petrus Kaseke memainkan kolintang

Petrus pun memainkan kolintang ke daaerah-daerah dan ia semakin dikenal. Ia kemudian berpindah ke Salatiga-Jawa Tengah dengan istrinya dan mendirikan usaha di daerah tersebut. Salatiga menjadi pilihan yang tepat bagi Petrus karena daerah tersebut menyimpan bahan baku alat kolintang yaitu kayu waru. Kayu tersebut tumbuh subur di sekitar telaga Rawapening. Permintaan terhadap kolintang pun semakin naik. Ia bisa menerima pesanan alat musik kolintang hingga 10 set. Pesanan itu datang dari dalam dan luar negeri.

Kepiawaiannya memainkan alat musik kolintang serta membuat alat musik tradisional  ini mengantarkan dia menjadi maestro kolintang yang dikenal di tanah air. Ia memang bukan satu-satunya pengrajin alat musik kolintang, namun hingga tutup usianya ia tetap mengabdikan dirinya pada alat musik asli Indonesia ini.

Bulan Juli lalu, Petrus Kaseke atau yang akrab disapa Opa Petrus, masih terlihat bugar dan memainkan alat musik kolintang di Semarang bersama sahabat-sahabat dari Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN) Indonesia. Kabar kepergiannya menjelang HUT RI ke 77 ini membuat rekan-rekan di PINKAN merasa sangat kehilangan.

Seperti kenang Ketua Umum PINKAN, “Saat ini kita berjuang untuk kolintang, seperti telah dicontohkan  oleh Opa Petrus. Saat ini kewajiban kita mengisi kemerdekaan dengan menjaga seni budaya nusantara. Mari kita berjuang bersama untuk kolintang”, kata Penny Marsetio.

“Sekalipun om Petrus Kaseke telah “berhenti” dengan kolintangnya, tapi musik kolintang akan terus berkumandang. Kitalah yang memegang tongkat estafet dari Om Petrus Kaseke”, kenang salah seorang sahabat dari PINKAN.