Parepare, indomaritim.id – Parepare adalah kota kecil yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Parepare memiliki empat pelabuhan yang berpotensi menjadi penopang perekonomian di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Selain Pelabuhan Makassar yang menjadi penghubung sekaligus pelabuhan terbesar di wilayah timur Indonesia, potensi industri maritim besar tersimpan di pelabuhan Parepare.
Menurut penjelasan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero), dalam media Kabar 4, empat pelabuhan di kota Parepare, yakni Pelabuhan Nusantara, Cappa Ujung, Lontange dan Pelabuhan Cempae. Tiga dari empat pelabuhan itu dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero), yakni Pelabuhan Nusantara, Cappa ujung dan Pelabuhan Lontange.
Ketiganya memiliki spesifikasi masing-masing, yaitu Nusantara sebagai pelabuhan penumpang, Cappa Ujung untuk aktivitas petikemas dan Lontange sebagai pelabuhan tempat berlabuh kapal-kapal kayu pinisi yang kebanyakan mengangkut sembako untuk dikirim ke beberapa wilayah di timur Indonesia.
Dalam perkembangannya, ketiga pelabuhan yang dikelola PT Pelindo IV ini membutuhkan perhatian khusus karena memudarnya aktivitas yang menjadi andalan masing-masing. Namun, hanya Pelabuhan Nusantara yang hingga kini masih memiliki aktivitas yang cukup lancar dengan naik dan turunnya penumpang dari pelabuhan tersebut.
Diketahui, Pelabuhan Nusantara menghubungkan Parepare dengan kota-kota di pesisir Kalimantan, Surabaya dan kota-kota pelabuhan di Indonesia bagian timur. Parepare juga merupakan pelabuhan bagi orang-orang di daerah Ajatappareng. Tak heran jika Pelabuhan Nusantara juga adalah salah satu pelabuhan yang cukup ramai di Sulawesi Selatan, selain Pelabuhan Makassar.
Selain Pelabuhan Nusantara, ada Pelabuhan Cappa Ujung yang juga dikelola oleh PT Pelindo IV. Namun sayang, pelabuhan ini sudah kehilangan aktivitas kegiatan petikemas padahal potensinya cukup besar.
General Manager (GM) PT Pelindo IV Cabang Parepare, Muhammad Ilyas mengatakan saat ini pihaknya tengah berupaya untuk mendatangkan perusahaan jasa kontainer untuk kembali beraktivitas di pelabuhan yang menjadi tempat bongkar muat barang itu.
“Kami menargetkan bulan Maret tahun ini sudah terealisasi. Targetnya PT SPIL, perusahaan jasa kontainer asal Surabaya. Mereka bakal menggantikan perusahaan sebelumnya, yaitu PT Mentari,” kata Ilyas.
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan lobi dan pembicaraan. “Mereka bilang mau masuk kalau sudah ada alatnya. Nah, saat ini kita sudah punya. Ada reach stacker, dua truk tronton dan mobil pemadam,” ujar Muhammad Ilyas.
Potensi Pelabuhan Cappa Ujung Parepare
General Manager (GM) PT Pelindo IV Cabang Parepare, Muhammad Ilyas membeberkan peluang emas yang dimiliki Pelabuhan Cappa Ujung. Salah satunya pada muatan balik yang bisa memuat hingga 60 box beras sekali call (pengiriman kapal).
“Pelabuhan Parepare ini memang unik. Justru muatan baliknya yang banyak. Hampir semua beras yang ke Kalimantan dan wilayah timur Indonesia lainnya dari sini, terutama dari Sidrap,” bebernya.
Selain ke Kalimantan kata Ilyas, beras yang dikirim juga ke daerah lainnya seperti Ambon, Wamena dan Kupang. “Belum lagi potensi komoditas lainnya, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Pemasoknya rata-rata dari Pinrang, Enrekang, hingga Tana Toraja,” ujarnya.
Sementara itu untuk muatan masuk, dia mengakui memang masih minim. “Paling produk alat masak, ragam furniture dan pakaian dari Surabaya,” sebutnya.
Pengembangan Pelabuhan Parepare
Muhammad Ilyas menjelaskan bahwa Perseroan tak berhenti melaksanakan pengembangan, termasuk untuk pelabuhan di Parepare yang juga sudah diusulkan.
Menurut GM Pelindo IV Cabang Parepare, Pelabuhan Lontange yang saat ini sangat butuh pengembangan. “Panjang dermaganya 50 meter. Tetapi sudah tidak dipakai,” ungkapnya.
Alasannya, konstruksi dermaga tersebut sudah tidak memadai sehingga butuh peningkatan. Pihaknya pun telah mengusulkannya ke Kantor Pusat. “Kita sudah usulkan. Kita sudah bicarakan bagian mana yang memungkinkan untuk direklamasi,” ungkap Ilyas.
Selanjutnya, Pelabuhan Cappa Ujung. Dia mengatakan, untuk sementara pihaknya hanya menunggu perusahaan jasa kontainer kembali beraktivitas yang ditargetkan bulan Maret nanti. Cappa Ujung, kata Illyas, diperuntukan kegiatan petikemas dan kargo yang ditunjang dengan panjang dermaganya mencapai 280 meter.
Kemudian Pelabuhan Nusantara yang merupakan pelabuhan penumpang. Total panjang dermaganya sekitar 365 meter. Untuk sementara, belum ada rencana pengembangan.
“Rata-rata penumpang yang naik dan turun sebanyak 500.000 orang setiap tahun. Pada 2019 lalu ada kenaikan sekitar kurang lebih 10 persen,” ungkapnya.
Dibandingkan jumlah penumpang pada 2018 ke 2019 menurut Ilyas, ada peningkatan sebanyak 216.224 orang. Adapun total penumpang pada 2018 sebanyak 442.745 orang. Sementara di 2019 mencapai 658.969 orang. Jumlah penumpang yang paling besar, yakni embarkasi kapal non-Pelni.
Rinciannya, 234.238 penumpang naik kapal Pelni. Selanjutnya, disusul debarkasi kapal non-Pelni sebanyak 219.191 orang. Sedangkan, debarkasi kapal Pelni sejumlah 105.007 orang dan embarkasinya 100.367 orang.
Khusus pelayaran luar negeri, berjumlah 166 penumpang. Kemudian, dilihat dari jenis kapal swasta memang mendominasi. Rutenya rata-rata ke wilayah Kalimantan.
“Di antaranya KM Prince Soya, Catlya dan Thalia. Ada yang ke Samarinda, Balikpapan, Bontang dan Nunukan,” sebut Ilyas.
Sementara, kapal milik Pelni yang ke Parepare di antaranya KM Lambelu dan Bukit Siguntang. Salah satu rutenya ke Tarakan.
Salah seorang penumpang, Baharuddin (50) mengakui peningkatan Pelabuhan Nusantara. Dia pun meminta pelayanan yang sudah ada agar tetap dipertahankan, bahkan lebih ditingkatkan lagi.
“Sekarang pelayanan maupun fasilitas yang ada di Pelabuhan Nusantara sudah cukup bagus,” kata penumpang kapal asal Sidrap, Sulsel ini.
Integrasi Pelabuhan dengan Pariwisata
Selain mengelola aktivitas pelabuhan, PT Pelindo IV juga kini tengah berupaya untuk terus mendorong agar integrasi pelabuhan dengan pariwisata bisa terealisasi. Begitu juga dengan pelabuhan di Parepare yang dinyatakan Ilyas sudah siap untuk upaya itu.
Dia menjelaskan, Pelabuhan Nusantara punya akses pariwisata ke mana-mana. Bahkan sampai ke Toraja. “Makanya sebenarnya kita bisa atur kerja sama ke depan dengan travel. Mereka yang support mobilnya,” imbuh Ilyas.
Dia melanjutkan, peluang integrasi pelabuhan dan pariwisata cukup besar di Parepare. Belum lagi kalau kapal pesiar masuk, seperti tahun lalu.
“Kalau mereka butuh air saja harganya US$11 per ton . Nah, kalau kapal begitu paling sedikit ambil 200 ton. Kita hanya butuh meningkatkan pelayanan terutama kepada kapal-kapal pesiar yang kebanyakan membawa turis asing,” ujar Ilyas memungkasi.