Pengamat Maritim: Program Tol Laut Belum Seimbang

oleh
Ilustrasi tol laut. Foto: Istimewa
Ilustrasi tol laut. Foto: Istimewa

Jakarta, Indomaritim.id – Pengamat maritim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Saut Gurning menilai saat ini muatan balik kargo program Tol Laut dari wilayah timur belum seimbang dengan muatan yang dikirim dari wilayah barat.

“Untuk rasio kargo berangkat dan balik tidak seimbang, yaitu 223.000 ton berbanding 5.000 ton, yang mengindikasikan lemahnya aktivitas memberi nilai tambah kargo balik yang sebenarnya berpotensi tinggi untuk dikembangkan ke depan,” katanya seperti dilansir dari lama Antara di Jakarta, Minggu (17/2/2019).

Untuk itu, Saut menyarankan, Tol Laut, yang sebelumnya lebih terkonsentrasi pada operasi pelabuhan, bongkar muat, dan pelayaran perlu mulai diperkuat aspek logistik di darat tujuan dan asal barangnya.

Artinya, lanjut dia, program Rumah Kita yang dibangun untuk mengoptimalkan muatan balik, harus lebih diperkuat, bukan hanya memperkuat aktivitas penyimpanan (inventori) dan distribusi, namun juga memperkuat nilai tambah kargo asal.

Rumah Kita merupakan program pemerintah berupa gudang untuk menampung komoditas di wilayah timur Indonesia.

Saut menambahkan penguatan tersebut melalui inovasi yang datang dari penguatan pendidikan, kontribusi teknologi, dukungan permodalan serta dukungan platform aplikasi teknologi informasi dalam proses perdagangan (jual-beli) komoditas asal wilayah tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan (T3P) tersebut.

Untuk itu, menurut dia, Rumah Kita perlu memberi ruang peran ruang daerah baik pemerintah dan pelaku usaha daerah untuk memperkuat inovasi berbasis produk, khususnya untuk perikanan tangkap, perikanan budi daya, peternakan dan perkebunan.

“Atau lebih mengarah kepada kontainerisasi pendingin dan rantai suplai berpendingin. Di samping bahan tambang dan bahan mentah lainnya,” katanya.

Namun demikian, ia tetap mengapresiasi nilai penurunan harga barang akibat subsidi angkutan laut eksis sekitar 50 persen, yang berdampak telah dirasakan dalam rentang lima hingga 20 persen, bervariasi terkait jarak, volume barang, serta tipe barang.

“Walau seharusnya perlu lebih tinggi dan meluas dampak penurunannya karena subsidi yang selama ini dari pelabuhan ke pelabuhan juga memang sudah mulai dengan usaha memperkuat operasi logistik dari pelabuhan ke masyarakat pembeli atau penjual lewat penguatan angkutan darat dan pergudangan, walau mungkin masih terbatas,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *