Penyelundup Benur 10T, Saya Menyerah…

oleh
Effendi Gazali/Foto: wikipedia
Effendi Gazali/Foto: wikipedia

Oleh: Effendi Gazali

Ada kabar baik dari Jubir KKP (Kementerian Kelautan & Perikanan). Vietnam dinyatakan lempar handuk, karena ekspor benih lobster (benur) distop. Jadi Vietnam akan investasi di Indonesia.

Sebetulnya saat kami meneliti di Vietnam, November 2019, pembudidaya lobster mereka juga sudah setuju. Konjen kita di Ho Chi Minh, Hanif Salim, memfasilitasi tim kami saat itu. Hanya formulasinya yang perlu dicari. Misal komposisi 1 ekor ekspor benur legal, 1 ekor kewajiban investasi di Indonesia. Karena Asean kan harus kerjasama, bukan saling bunuh. Selain investasi, sementara ini kita juga butuh kerjasama teknologi.

Kini, kebijakan KKP lebih tegas. Tidak ada formulasi apapun. Semua ekspor benur ditutup! Keren & semoga sukses.

Penyelundup Jalan Terus

Kedua, ada fakta menarik dalam webinar Masyarakat Akuakultur Indonesia, 8 Maret 2021. Beberapa pengepul dan penyelundup menyatakan mereka masih bekerja sampai saat ini.

Alasannya klasik: masalah dapur nelayan harus ngebul, ekonomi masih sulit, harga makin tinggi, serta penadah Singapura & Vietnam tetap sediakan modal.

Di level yang lebih atas, pengusaha pun banyak yang kesulitan ekonomi di bidang lain. Selundup benur jadi zona penyelamat. Apalagi kalau berkelindan dengan elit politik atau orang kuat. Belum lagi kemungkinan perlu bayar buzzer untuk mempertahankan opini publik.

Peserta webinar tersebut tidak ada yang membantah bahwa nilai penyelundupan per tahun (setidaknya 2019) mencapai 10,08 Trilyun! Salah satu petinggi KKP sebelumnya pernah menyatakan hanya 50 persen yang berhasil dicegah. Itu karena orang-orang di belakang penyelundup sangat kuat.

Anehnya, gema melawan penyelundupan seperti lemah-lesu! Memang sebuah media menyebut, tahun 2019 setidaknya ada 15 kali upaya penggagalan. Tapi 15 kali dibanding penyelundupan setiap hari (365 hari) tentu tidak ada apa-apanya!

Fitnah & hoaks

Kini, salah satu senjata kaum penyelundup, tampaknya berupa fitnah! Belum lama, mantan penasehat ahli dari menteri yang terkena OTT, diisukan mendukung peningkatan kuota ekspor benur. Padahal kamilah yang ngotot bahwa ekspor harus dilakukan setelah budidaya yang benar. Dan kuota sepenuhnya ditentukan Komnas Kajiskan (Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan).

Padahal lagi, sebagian birokrat dulu hanya angguk-angguk dan tepuk tangan kalau menterinya bicara! Memang ada juga yang dulu diam di forum rapat, tapi kemudian memilih mengundurkan diri.

Harusnya kinilah saat semua bersinergi dukung kebijakan Menteri Sakti Wahyu Trenggono! Dengan berbagai saran dan masukan.

Salah satu kendala masalah bathin sebelumnya, soal “Unggahan Dokumen Perjalanan Wartawan” harusnya juga sudah selesai. Bukan saya yang mengunggahnya! Dari awal saya minta diaudit forensik.

Belakangan, ada satu tokoh menyatakan dialah yang mengunggah. Tokoh senior ini dulu rekan satu almamater media dengan satu tokoh dalam perjalanan itu. Makanya saya bawa ke Dewan Pers sebagai otoritas tertinggi Civil Society di bidang jurnalisme. Kalau Dewan Pers bilang sudah selesai, artinya tidak ada masalah. Itu sudah jadi semacam praktik jurnalisme normal kita dewasa ini.

Di posisi manapun, kita semua wajib melawan fitnah & hoaks. Bisnis penyelundup ini amat besar: sekitar 10,08 Trilyun. Makin dilarang, makin mahal harganya. Apalagi tidak banyak publik yang peduli tentang penyelundupan benur. Padahal kita harus adil: suap harus diusut tuntas; tapi penyelundupan juga adalah tindak pidana.

Di awal tahun, kami sudah mendengar akan ada serangan berupa isu-isu baru terhadap mereka yang terus meneriakkan penyelundupan benur.

Padahal, hakim agungnya nanti adalah alam! Kenapa? Enam bulan lagi, industri lobster Vietnam harus hanya tinggal 20 persen. Karena 80 persen benurnya berasal dari Indonesia! Bukankah sekarang sudah distop total?

Jika tidak demikian, maka yang terbukti terus berjaya adalah para penyelundup!

Entah apa lagi isu atau cobaan selanjutnya. Tapi, sementara ini, saya mau mengucapkan: “Penyelundup benur 10T, saya menyerah …

(Jakarta, 11 Maret 2021).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *