Kulon Progo, indomaritim.id – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terus mengupayakan tambak udang di selatan proyek Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) berhenti beraktivitas, sehingga dapat ditanamami tanaman sebagai sabuk hijau.
“Progres aktivitas petambak udang di selatan Bandara NYIA per 15 Februari kondisi tambak sudah kosong tanpa ada air,” kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Kulon Progo, Senin (18/2/2019).
Ia mengatakan jumlah tambak yang mulai kosong, yakni di Desa Jangkaran ada 13 kolam, Sindutan sebanyak tujuh kolam, Paliyan ada tujuh kolam, dan Glagah ada tiga kolam.
Di Jangkaran dan Sindutan terpantau ada aktivitas pembongkaran sarana prasarana tambak seperti mesin disel dan kincir secara mandiri dari petambak. Beberapa peralatan yang dibongkar masih ada di lokasi dan sebagian lainnya sudah diangkut dipindahkan ke tempat lain.
“Tambak lainnya masih terisi air dengan kondisi ada yang tidak isi benih dan ada yang dalam proses pembesaran dengan umur udang bervariasi dari 20 sampai dengan 60 hari,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Forum Petani Tambak Udang Gali Tanjang Agung Supriyanta mengatakan pasa 2017, lahan tambak udang digusur paksa untuk pembangunan proyek Bandara NYIA. Petambak sudah mengalah dan menyingkir. Kemudian, petambak beralih ke sisi selatan proyek bandara, sekarang akan digusur lagi.
“Kami warga terdampak proyek Bandara NYIA selama ini sudah mengalah, tapi kami berharap jangan sampai kelaparan,” katanya.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo Sudarna mengatakan pihaknya sudah mengundang petambak udang untuk memberitahu supaya mereka mengosongkan lahan, atau tidak menebar benih udang karena pada 1 Maret ini, PT AP I melalui PT PP akan membangun sabuk hijau di kawasan Bandara. Sabuk hijau ini berfungsi untuk mencegah adanya abrasi dan terjangan tsunami.
“Rencananya, Bandara NYIA akan beroperasi pada April 2019. Kami memberi tahu petambak udang ini bertujuan supaya mereka tidak rugi besar. Kita ketahui bersama proyek Bandara NYIA adalah proyek strategis nasional (PSN) pasti jadi, sehingga dari pada petambak rugi besar, kami ingatkan supaya tidak menebar benih dan membesarkan udang yang terlanjur ditebar,” katanya.
Ia mengatakan berdasarkan Perda RTRW Kulon Progo, kawasan peruntukan budi daya air payau diantaranya tambak udang berada di Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu (Kecamatan Temon) dan kawasan Pantai Trisik (Kecamatan Galur). Kalau kawasan peruntukan tambak udang dibebaskan, maka perlu ada review RTRW di DPRD, yang kebetulan sedang dibahas di DPRD Kulon Progo.
“Kami ini sangat dilematis, tambak udang ini sangat menggerakan ekonomi masyarakat di kawasan selatan. Di sisi lain, perluasan kawasan tambak udang terbentur Perda RTRW. Tentu, ini perlu dukungan dari legislatif sebagai pembuat peraturan,” katanya.
Menurut Sudarna, petambak udang di Desa Glagah, Palihan, Sindutan dan Jangkaran bisa direlokasi di lahan kontrak karya pasir besi yang saat ini masih dalam pembahasan. Namun terkendala pada aturan yang berlaku.
Selain itu, mereka juga bisa direlokasi di kawasan Banaran, Kecamatan Galur di lahan seluas 80 hektare. Namun juga terganjal peraturan yang ada.
“Kalau DPRD Kulon Progo dapat memperjuangkan peraturan, kawasan kontrak karya pasir besi bisa dimanfaatkan untuk lahan tambak udang,” katanya.