Redam Konflik PWNU DKI Jakarta, Juri Ardianto Dipandang Sosok Tepat Jadi Pengemban Ketua Tanfidziyah

oleh
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H. Juri Ardiantoro. Foto: istimewa
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H. Juri Ardiantoro. Foto: istimewa

Jakarta, indomaritim.id – Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta periode 2015-2020, Abdul Azis, mengusulkan H. Juri Ardiantoro menjadi pejabat sementara Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta. Usulan pejabat sementara Ketua Tanfidziyah ini mengemuka setelah Konferensi Wilayah (Konferwil) PWNU DKI Jakarta XX di Hotel Sultan, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta Selatan, Jumat (2/4/2021) mengalami kebuntuan saat memilih Ketua Tanfidziyah yang menjadi satu agenda penting forum.

“Kami berharap PBNU untuk dapat menyelesaikannya dan mengambil langkah-langkah lanjutan untuk memilih Tanfidz PWNU DKI Jakarta dengan mengambil konsep tawazun, tasamuh, itidal dan musyawarah mufakat. Untuk mengisi kekosongan kepemimpinan, kami mendorong PBNU untuk menunjuk pejabat sementara demi menyelamatkan NU DKI Jakarta,” kata Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta Abdul Azis kepada pewarta, Selasa, (6/4/2021).

Ia menambahkan, sosok H Juri Ardiantoro yang saat ini menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan sosok yang tepat untuk merangkul semua peserta. H Juri Ardiantoro juga lama berkiprah di PWNU DKI Jakarta.

“Kami bertemu saudara Juri Ardiantoro dan membahas beberapa agenda NU DKI kedepan dengan harapan agar tidak berlarut-larut. Dan berharap ada win-win solution, karena ini menjelang Ramadhan. Juga agar mampu dikonsolidasikan dengan baik, agar tidak mengganggu ibadah di bulan Ramadhan,” imbuh Abdul Azis.

Sebelumnya, diberitakan bahwa Konferensi Wilayah (Konferwil) PWNU DKI Jakarta XX mengalami kebuntuan dengan munculnya nama calon yang berjumlah sempat beredar 11 orang sehingga tidak tidak ada mufakat dalam memilih Ketua Tanfidz.

Muncul opini, bahwa kebuntuan dan munculnya banyak nama pada konferwil NU DKI Jakarta menjadi bukti bahwa forum ini hanya menjadi sekedar arena pertarungan kepentingan orang per orang atau kelompok, bukan menjadi pembuktian atas keberhasilan pengkaderan dan konsolidasi organisasi termasuk konsolidasi figur-figurnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *