London, indomaritim.id – International Maritime Organization (IMO) melalui sidang Maritime Safety Committee (MSC) ke 101 resmi mengesahkan bagan pemisahan alur laut atau Traffic Seperation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok. Sidang Maritime Safety Committee (MSC) ke 101 berlangsung di Markas Besar IMO, London Inggris, Senin (10/6/2019).
Dengan demikian, Indonesia menjadi negara kepulauan atau archipelagic state pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau TSS di alur laut kepulauan Indonesia.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia dalam sidang IMO MSC ke 101 tersebut mengungkapkan rasa bersyukurnya atas diadopsinya proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO setelah sebelumnya selama dua tahun lebih Indonesia memperjuangkan proposal tersebut.
“Alhamdulillah, pada agenda 11 sidang IMO MSC ke 101 ini, secara resmi IMO mengadopsi proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang akan diberlakukan satu tahun kedepan, tepatnya di bulan Juni 2020,” kata Agus H. Purnomo.
Dirjen Agus menambahkan, perjuangan Indonesia dari sejak persiapan, pengusulan proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hingga akhirnya diadopsi dalam Sidang IMO MSC ke 101 tentunya bukan hal yang mudah dicapai karena perjalanan Indonesia dalam mengawal dari mengusulkan proposal TSS kepada IMO hingga diimplementasikan sangat panjang.
Baca Juga: Pesawat Tempur TNI AU Berpatroli di Alur Laut Kepulauan Indonesia
“Perjalanan panjang selama lebih dua tahun merupakan bukti keseriusan Indonesia untuk berperan aktif di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dunia serta perlindungan lingkungan maritim khususnya di wilayah perairan Indonesia,” ujarnya.
Dirjen Agus menjelaskan, sebelumnya Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura. “Namun TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura tersebut berbeda pengaturannya mengingat dimiliki oleh tiga negara sedangkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hanya Indonesia yang memiliki wewenang untuk pengaturannya,” ujarnya.
Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) I dan ALKI II.
“Indonesia bersama Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina merupakan lima negara berdaulat yang tertuang dalam UNCLOS 1982 sebagai negara yang memenuhi syarat sebagai negara kepulauan,” jelas Dirjen Agus.
Terkait dengan ALKI, Dirjen Agus mengatakan bahwa ALKI merupakan alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal – kapal internasional atau freedom to passage sebagaimana yang tertuang dalam UNCLOS 1982.
“Sehingga dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang juga merupakan ALKI tersebut menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,” ujar Agus.
Setelah pengesahan TSS ini, pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran. Serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS tersebut.
“Perjuangan Indonesia belum berakhir. Persiapkan segala sesuatunya dengan baik agar pelaksanaan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok berjalan dengan baik,” ujar Agus H. Purnomo memungkasi.
Hadir sebagai anggota delegasi Indonesia pada sidang IMO MSC ke 101 adalah perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, TNI AL, Badan Keamanan Laut, PT. Pelindo II, PT. Pelni, PT.BKI, INSA dan KBRI di London serta Atase Perhubungan di London.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga