Si “Monyet” Lusitania Nyaris Ditenggelamkan

oleh
KRI Yos Sudarso-353 dan korvet KRI Ki Hajar Dewantara-364 membayangi kapal Portugal, Lusitania Expresso. Foto: Indomaritim.id
KRI Yos Sudarso-353 dan korvet KRI Ki Hajar Dewantara-364 membayangi kapal Portugal, Lusitania Expresso. Foto: Indomaritim.id

Kapal Portugal, Lusitania Expresso, yang namanya diganti menjadi bedhes (anak monyet) oleh para pelaut TNI AL, nyaris ditenggelamkan di Laut Timor. KRI Yos Sudarso-353 bersama korvet KRI Ki Hajar Dewantara-364 sudah mengintai kapal fery itu sejak dia berlayar di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Di zona itu, kedua kapal hanya bisa membayang-bayangi tanpa bisa menindak, sebab sesuai ketentuan hukum internasional
semua kapal bebas berlayar di sana.

Keberadaan si bedhes berhasil dideteksi pesawat intai maritim TNI AL, Nomad N-21 yang mencarinya di perairan internasional setelah kapal itu meninggalkan pelabuhan aju Darwin, Australia. Begitu posisinya diketahui, korvet Ki Hajar Dewantara yang berpatroli di Laut Timor menyalakan mesin turbin, berlayar ngebut sepanjang malam menyonsong Lusitania di ZEEI. Belakangan, menyusul fregat KRI Yos Sudarso, kapal perang kelas Van Speijk dengan senjata andalannya, peluru kendali exocet.

Si bedhes berlayar dari Lisabon, Portugal menuju Dili, Timor Timur membawa 73 aktivis dari 21 negara dan 59 wartawan untuk tabur bunga di pemakaman pasca terjadinya kerusuhan Santa Cruz beberapa bulan sebelumnya. Untuk tujuan itu, mereka menguji nyali kapal-kapal perang RI, dengan mengabaikan peringatan Indonesia agar membatalkan rencana pelayarannya ke Dili. Perintah RI tidak welcome. Pasalnya, Indonesia dan Portugal sedang bermusuhan akibat integrasi Timor Timur menjadi propinsi ke-27 Indonesia.

Baca Juga: Iver Huitfeldt Class Indonesia, Mungkinkah?

Meskipun sudah diingatkan, namun si bedhes tetap angkat sauh, berlayar melintasi Samudera Hindia, berlabuh di Darwin, Australia, sebelum bertolak ke Dili. Pada 11 Maret 1992 si bedhes memasuki perairan teritorial Indonesia.

Segera saja KRI Yos Sudarso beraksi saat kapal itu memasuki perairan Indonesia. Kapten Laut (P) Marsetio, Kepala Departemen Operasi KRI Yos Sudarso bersuara di radio. Dengan bahasa Inggris yang tegas dia memperingatkan kapten kapal Lusitania, Louis dos Santos.

“This is Papa Kilo Alfa India, Indonesian warship. I’m patrolling in this area. You are now in the Indonesian territorial sea. I tell you directly to leave this area, and proceed your sailing without delay to the high sea through the shortest route normally used for international navigation. Over”.

Dos Santos tidak menghiraukan pesan itu. Dengan kecepatan satu knot, dia tetap mengarahkan haluan kapalnya ke Dili.

KRI Yos Sudarso sambil menunggu reaksi si bedhes, berusaha mendekat ke kapal Portugal itu. Melihat aksi itu, Dos Santos menjawab:

“Roger Sir. Well understood. So I believe that, I told that any permission to continue my voyage to Dili. Is that correct?”

Komunikasi radio berlangsung, namun Kapten Santos tidak mengubah haluan kapal.

Kapten Marsetio kembali bersuara: “This is Papa Kilo Alfa India. Indonesian warship. That’s correct. I warn you that during your sailing, you are not allowed to stop, anchoring, lowering boats, entering the harbor in the Indonesian territorial sea or in the Indonesian archipelagic waters. Over”.

Kapten Santos menjawab: “Roger Sir, that is well undestood Indonesian warship. I just stop my engine now, and I will start short while to turn around on my port said. OK.”

“This is Papa Kilo Alfa India, roger. You will due to port. Standing by,” kata Kapten Marsetio,

Meski begitu, kapal Portugal belum memutar haluan. Suasana tegang, komandan dan anak buah kapal (ABK) KRI Yos Sudarso dan KRI Ki Hajar Dewantara yang menjepit Lusitania di sisi kiri dan kanan, bersiap-siap mengambil langkah selanjutnya.

Sudah tujuh menit berlalu, Lusitania Expresso tetap melaju. Kapten Marsetio mengingatkan Des Santos, KRI Yos Sudarso akan mengambil tindakan keras bila Lusitania tidak mau mematuhi perintah.

“Lusitania Expreso. This is Papa Kilo Alfa India. I tell you again to leave this area directly. If you still continue your intention, I will do something to force you away from this area,” kata Kapten Marsetio.

Peran Tempur dikumandangkan di kedua kapal perang RI. Peran tempur adalah perintah kepada semua anak buah kapal untuk menempati pos tempur masing-masing. Mereka semua dalam status siap tempur, tinggal menunggu perintah menekan tombol peluru kendali. Bila itu yang terjadi, dipastikan Lusitania alias si bedhes akan karam ke dasar laut.

Mendengar nada keras KRI Yos Sudarso, buru-buru Kapten Santos merespon, “Kilo Alfa India. I am meneovering to turn my ship aroud now, Sir.”

Peringatan keras Kapten Marsetio membuat gentar Kapten Santos.

KRI Yos Sudarso dan KRI Ki Hajar Dewantara tidak main-main. Helikopter Bell-412 diterbangkan dari KRI Yos Sudarso, dan Bolkow-105 dari KRI Ki Hajar Dewantara. Kedua heli terbang dalam formasi tempur menuju Lusitania, mendekat dengan cepat, memberi tekanan psikologis pada nakhoda Santos.

Pengusiran kapal Lusitania Expresso. Foto: Indomaritim.id
Pengusiran kapal Lusitania Expresso. Foto: Indomaritim.id

Melihat gerakan itu, Kapten Dos Santos kebali keder. Segera dia merespon, memutar haluan kapal. Pada pukul 6.15 WIB, kapal cikar kanan 180 derajat, bergerak ke selatan dengan haluan ke Darwin.

Tapi Santos belum menyerah. Dia memainkan aksi pura-pura mogok setelah satu jam berlayar dalam kecepatan rendah. Sekitar 4,5 mil dari batas perairan territorial Indonesia, Lusitania berhenti, membuang jangkar.

Kapten Santos membuka komunikasi radio dengan KRI Yos Sudarso, memberi tahu kapalnya mengalami kerusakan sistem pendingin. Lusitania menaikkan bola hitam di buritan, sebuah isyarat kapal mengalami gangguan mesin. Kapten Santos meminta waktu satu setengah jam untuk memperbaiki kerusakan.

Baca Juga: Adu Nyali di Laut Timor

Sudah 45 menit berlalu dari janji yang dia minta, namun Lusitania belum menunjukkan tanda-tanda bergerak. KRI Yos Sudarso mengirim isyarat bendera meminta kapal itu segera melapor bila mesin telah selesai diperbaiki.

Kerusakan mesin hanya akal-akal Santos agar mereka bisa menyelenggarakan acara tabur bunga. Helikopter Bell mengudara, terbang berputar-putar di sekitar Lusitania untuk memantau kegiatan di geladak Lusitania Expresso.

Pada akhirnya, kapal bergerak, meninggalkan perairan Indonesia. Kapal itu terus dibayang-bayangi KRI Yos Sudarso dan KRI Ki Hajar Dewantara hingga menjauh dari perairan Indonesia. Lusitania terus berlayar dengan haluan mengarah ke Darwin, Australia.

Kapal itu akhirnya tiba di Darwin dan beberapa hari kemudian kembali ke Lisabon dengan mampir di Singapura untuk bekal ulang dan perbaikan.

Berakhir sudah drama menegangkan di awal tahun 1992 itu. Kini peristiwa itu sudah menjadi sejarah, dan Timor Timur juga sejak 1999 sudah menjadi negara sendiri dengan nama Timor Leste.

(Disarikan dari buku biografi Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio: “Kesadaran Baru
Maritim” oleh Rajab Ritonga)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *