Yoyakarta, indomaritim.id – Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio, Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2012 hingga 2015 yang juga menjadi Guru Besar Ilmu Pertahanan di Universitas Pertahanan memberikan kuliah perdana untuk mahasiswa baru Sekolah Pasca Sarjana UGM Yogyakarta, Selasa (17/9/2019). Acara kuliah perdana dibuka oleh Dekan Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Siti Malkhamah, M.Sc., Ph.D.
Pada kuliah perdana yang dihadiri puluhan mahasiswa pasca sarjana, dosen, dekan dan Guru Besar UGM ini, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio membawakan presentasi dengan tema “Sea Power Indonesia Di Era Geo-Maritim”.
“Ada enam elemen penting sea power. Yang pertama adalah posisi geografis, kemudian bentuk fisik, luasnya wilayah, jumlah penduduk, karakter bangsa dan yang terakhir karakter pemerintah,” kata Laksamana TNI (Purn) Marsetio.
“Sea power sebagai input adalah elemen elemen kekuatan nasional di laut antara lain aparat penegak hukum Industri pertahanan maritime, sumber daya alam dan sumber daya manusia,” lanjutnya.
Sedangkan sea power sebagai output, lanjutnya, adalah suatu konsekuensi kemampuan untuk mengelola laut dan kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku dari state or nonstate baik di dan atau lewat laut.
Pada kesempatan ini, Laksamana TNI (Purn) Marsetio juga menyampaikan pendapat Prof. Prof. Geoffrey Till dalam buku “Sea power: A Guide for the Twenty-First Century” tentang konsep maritim.
“Maritim ada kalanya dimaksudkan hanya berhubungan dengan angkatan laut. Kadang-kadang diartikan juga sebagai angkatan laut dalam hubungannya dengan kekuatan darat dan udara.” ujarnya.
Ia menegaskan, kejayaan Indonesia sebagai negara maritim sangat ditentukan oleh konsep kesatuan seluruh komponen kekuatan nasional dalam mengeksplorasi sumberdaya nasional.
Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia
Pada kuliah perdana yang diikuti ratusan mahasiswa baru Sekolah Pasca Sarjana UGM Yogyakarta ini, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio menjelaskan konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Jokowi sebagai agenda pembangunan yang difokuskan pada lima pilar utama.
“Lima pilar poros maritim dunia yakni membangun kembali budaya maritim Indonesia, kedua menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama,” ujarnya
“Kemudian memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dan keempat menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan,” ujar Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio.
“Dan pilar kelima adalah membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim,” katanya.
Konsep Indo Pasifik Panduan Pengembangan Kerjasama ASEAN
Dihadapan civitas akademika UGM, Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio menjelaskan bahwa pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-34 ASEAN di Bangkok, Thailand, tanggal 23 Juni 2019 lalu, Presiden Joko Widodo kembali memantapkan konsep Indo Pasifik dan mendorong ASEAN untuk tetap bersatu dan kokoh.
Sikap ini penting dalam menyikapi situasi dunia khususnya, perkembangan global yang sangat dinamis saat ini yang akan membawa pengaruh bagi kawasan Asia Tenggara.
“Konsep Indo Pasifik lahir dari pandangan visioner bahwa ancaman, kompetisi keras di antara negara-negara besar Asia Pasifik di Samudera Hindia,” kata Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut periode 2012 hingga 2015 dan Guru Besar Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan menambahkan, konsep Indo Pasifik dijadikan sebagai panduan dalam pengembangan kerjasama ASEAN dengan negara lain di wilayah Indo Pasifik.
“Mengutamakan dialog daripada persaingan merupakan implementasi Konsep Indo Pasifik, dan kerjasama ASEAN dimanfaatkan untuk menambah ketahanan setiap anggota dan ASEAN secara keseluruhan,” ujar Laksamana TNI (Purn) Prof. Dr. Marsetio memungkasi.
Reporter: Mulyono Sri Hutomo
Editor: Rajab Ritonga